Penelitian
yang sistematis diawali dengan suatu persoalan. Jhon Dewey menyebutkan
bahwa langkah pertama dalam metode ilmiah adalah pengakuan akan adanya
kesulitan, hambatan, atau masalah yang membingungkan peneliti.
Rumusan dari masalah-masalah itu yang kemudian diungkapakan dalam rangkaian deskripsi yang biasa disebut latar belakang. Pemilihan dan perumusan masalah adalah salah satu aspek yang paling penting dalam pelaksanaan penelitian dalam bidang apa saja. Para peneliti pemula kadangkala terkejut melihat bahwa permulaan ini kerapkali memakan sebagian besar waktu yang mereka pergunakan untuk proyek penelitian mereka. Padahal penelitian tidak dapat dilakukan sebelum suatu masalah dapat diidentifikasi, dipikirkan secara tuntas, dan dirumuskan dengan baik. Namun terkadang pula, peneliti pemula sudah mampu mengidentifikasi, dan merumuskan masalah mereka, tapi hanya dalam nalar dan konsep mereka dan tidak mampu menuangkan dalam rangkaian tulisan.
Rumusan dari masalah-masalah itu yang kemudian diungkapakan dalam rangkaian deskripsi yang biasa disebut latar belakang. Pemilihan dan perumusan masalah adalah salah satu aspek yang paling penting dalam pelaksanaan penelitian dalam bidang apa saja. Para peneliti pemula kadangkala terkejut melihat bahwa permulaan ini kerapkali memakan sebagian besar waktu yang mereka pergunakan untuk proyek penelitian mereka. Padahal penelitian tidak dapat dilakukan sebelum suatu masalah dapat diidentifikasi, dipikirkan secara tuntas, dan dirumuskan dengan baik. Namun terkadang pula, peneliti pemula sudah mampu mengidentifikasi, dan merumuskan masalah mereka, tapi hanya dalam nalar dan konsep mereka dan tidak mampu menuangkan dalam rangkaian tulisan.
Pertanyaan
yang sering muncul dari seorang peneliti pemula adalah “bagaimana saya
dapat menemukan satu persoalan penelitian?”, meskipun tidak ada kaidah
yang pasti terhadap rumusan persoalan penelitian, yang jelas, masalah
adalah sesuatu yang bukan atau tidak menjadi harapan kita. Namun ada
beberapa hal yang terbukti menjadi sumber masalah penelitian, yaitu
pengalaman, deduksi dari teori, dan literatur yang ada kaitannya. Dari
ketiga hal tersebutlah rumusan masalah dari suatu penelitian
dideskripsikan.
Kita tidak melebih-lebihkan pentingnya penjabaran persoalan jelas dan padat. Para peneliti pemula sering sudah mempunyai pengertian umum tentang persoalannya, tapi menemukan kesulitan untuk merumuskannya sebagai suatu persoalan penelitian yang dapat digarap Mereka menemukan kenyataan bahwa pengertian umum mereka yang semula, meskipun cukup memadai untuk komunikasi dan pemahaman masih belum cukup spesifik untuk memungkinkan pemecahan persoalan secara empiris. Mereka tidak dapat melangkah maju sebelum dapat menyatakan suatu persoalan konkret yang dapat diteliti.
Sebagai
contoh, seorang peneliti menyatakan bahwa ia berminat menyelidiki
keefektifan kurikulum Ilmu Pengetahuan Alam baru di sekolah menengah.
Dengan pernyataan seperti itu, orang dapat mengerti secara umum apa yang
ingin dilakukannya, serta dapat menyampaikan hal itu secara umum pula.
Akan tetapi, peneliti harus menetapkan persoalan tersebut jauh lebih
jelas lagi, kalau ia ingin menemukan cara untuk menyelidikinya.
Suatu
langkah yang penting menyangkut batasan-istilah-istilah yang terdapat
di dalamnya. Apakah yang dimaksud dengan keefektifan, kurikulum Ilmu
Pengetahuan Alam dan Sekolah Menengah?. Batasan-batasan yang diperlukan
untuk penelitian biasanya tidak terdapat di dalam kamus. Misalnya,
keefektifan menurut kamus adalah "memberikan hasil yang diinginkan atau
yang diharapkan". Batasan ini melukiskan pengertian umum dari kata
keefektifan, tetapi belum cukup tepat untuk maksud-maksud penelitian.
Peneliti harus dapat menetapkan dengan tegas indikator keefektifan apa
yang akan digunakan, atau apa yang akan ia lakukan untuk mengetahui ada
atau tidak adanya gejala yang dimaksud dengan konsep keefektifan itu.
Hal ini juga berlaku bagi istilah-istilah lainnya. Dengan kata lain, ia
harus memberi batasan terhadap variabel-variabel persoalan itu secara
operasional. Untuk merumuskan konsep-konsep secara operasional, ia harus
menetapkan suatu tingkah laku atau kejadian lahir yang dapat diamati
dan diukur secara langsung, oleh dirinya sendiri dan orang lain.
Untuk
menyelesaikan masalah perumusan masalah ini, yang pertama yang harus
diketahui bahwa bentuk deskripsi permasalahan atau latar belakang
masalah yang tertuang adalah berbentuk piramida terbalik. Seorang
peneliti mula-mula harus menentukan pokok persoalan penyelidikan yang
bersifat umum, pilihan seperti itu bersifat sangat pribadi dan
tergantung dari kemauan dan peguasaan peneliti dalam menguraikan
masalahnya, tetapi hendaknya masalah umum tersbut benar-benar dikuasai
dan merupakan bidang yang menarik dan berkaitan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kalau tidak, akan sulit mengarahkan deskripsi
permasalahan yang mengkrucut kepada masalah yang akan diteliti.
Pengetahuan, pengalaman dan lingkungan peneliti, biasanya menjadi
alternatif pilihan untuk hal ini.
Setelah
dipilih pokok persoalan yang bersifat umum tadi, kemudian dipersempit
kepada hal yang sifatnya pertengahan, dalam artian seorang peneliti
mendeskripsikan sesuatu sebagai penyambung atau penengah antara
persoalan umum tadi dengan hal yang sempit. Hal yang bersifat umum tadi
dipersempit sampai menjadi persoalan yang mengkhusus dan menjurus dan
menetukan pertanyaan yang harus dijawab. Peneliti juga harus menyatakan
dengan tepat kemungkinan apa yang akan dilakukan untuk menjawab
pertanyaan itu.
Salah
satu sumber yang paling berguna bagi para peneliti pemula adalah
pengalaman mereka sendiri. Banyak keputusan yang harus diambil setiap
hari tentang kemungkinan pengaruh praktek-praktek terhadap tingkah-laku
yang akan dijadikan masalah penelitian. Pendekatan ilmiah terhadap
praktek menetapkan bahwa keputusan tentang bagaimana melakukan sesuatu
di bidang pendidikan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti empiris,
bukan pada firasat, kesan, perasaan, atau dogma.
Sumber
permasalahan lain yang berharga seperti yang telah disebutkan di atas,
ialah literatur dalam bidang yang menarik perhatian peneliti. Pada waktu
membaca laporan-laporan penelitian yang sudah dilakukan, kita
dihadapkan pada contoh-contoh permasalah penelitian serta cara bagaimana
penelitian tersebut dilaksanakan. Juga, para penulis sering menutup
studi mereka dengan saran-saran tentang penelitian selanjutnya yang
diperlukan guna meneruskan pekerjaan yang telah dilaporkan itu. Ada
gunanya kita melihat kalau-kalau prosedur yang dipakai dalam penelitian
terdahulu itu dapat disesuaikan guna memecahkan persoalan-persoalan
lain. Atau, apakah studi yang serupa juga dapat dilakukan di lapangan,
bidang persoalan, atau dengan kelompok subyek yang berbeda,
Salah satu ciri penting penelitian ilmiah ialah, bahwa penelitian tersebut harus dapat ditiru atau diulang (replicable),
sehingga hasil-hasilnya dapat dibuktikan. Replikasi suatu studi, dengan
atau tanpa variasi, mungkin dapat menjadi kegiatan yang berfaedah dan
berharga bagi peneliti pemula. Pengulangan suatu studi dapat
meningkatkan luasnya jangkauan generalisasi hasil penelitian sebelumnya
serta memberikan bukti tambahan tentang validitas hasil tersebut. Dalam
banyak eksperimen penelitian, kita tidak dapat memilih subyek secara
acak, melainkan harus menggunakan kelompok-kelompok sebagaimana adanya.
Sudah barang tentu hal ini akan membatasi jangkauan generalisasi
hasil-hasil penelitian tersebut. Akan tetapi, dengan diulanginya
eksperimen-eksperimen pada waktu dan tempat yang berlainan, dengan hasil
yang menguatkan hubungan-hubungan yang diharapkan itu pada setiap
penyelidikan, maka kepercayaan terhadap validitas ilmiah hasil-hasil
tersebut pun akan meningkat.
Sesudah
masalah dipilih dan signifikan atau pentingnya masalah itu ditetapkan,
maka tugas berikutnya ialah merumuskan atau mengemukakan persoalan
tersebut dalam bentuk yang dapat diteliti. Penjabaran persoalan yang
baik harus menerangkan dengan jelas apa yang akan diterangkan atau
dipecahkan, dan membatasi ruang-lingkup suatu persoalan.
***
Kepustakaan:
Donald Ary, et,. all. Diterjemahkan oleh Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Pustaka Pelajar, 2004. Jhon Dewey, How We Think. Heath, Boston, 1933. EA Nelson, Sources of Variance in Behavioral Measure of Honesty in Temptation Situations; Methodological Analysis. Devlopment Psycologi, 1969.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar