Arti Ghaib Secara Etimologi.
Secara tata bahasa (lughawiy) kata ghoib, menurut lisaanul arab berasal dari kata ghoba (tidak tampak, tidak hadir) kebalikan dari kata hadhoro atau dhoharo (hadir atau nampak). Dalam kamus Lisanul Arab disebutkan bahwa “wal ghaib: kullu ma ghaaba ‘anka”, artinya
“ghaib itu adalah sesuatu yang absen / diluar jangkauan Anda”. Maka
segala perkara yang ditetapkan bahwa manusia memang tidak mampu
menjangkaunya, adalah termasuk perkara yang ghaib.
Secara tata bahasa juga arti ghaib adalah tidak terlihat sebagaimana perkataan “bil ghaib” dalam ayat :
Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya
orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak
melihatNya (Q.S. Al Faathir [35] : 18) Perkataan “yakhsyauna
robbahum bil ghoib artinya adalah takut kepada azab Tuhannya (sekalipun)
mereka tidak melihatNya.
Maka istilah ghaib di sini adalah tidak
melihatNya
الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَهُم مِّنَ السَّاعَةِ مُشْفِقُونَ
Yaitu orang yang takut akan adzab Tuhannya walaupun mereka tidak melihatNya (QS. 21:49)
Ghaib juga berarti ada, tapi tidak diketahui kecuali Allah saja seperti pada (QS. 27:65)
قُل لاَّيَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ
Perkataan “ghoib” pada ayat di atas, diapit sebelumnya dengan kata “laa ya’lamu” dan berikutnya dengan kata “illa Allah”.
Arti Ghaib Secara Istilah / Maknawiy.
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami
anugerahkan kepada mereka (Q.S. Al-Baqarah : 2-3)
Menjelaskan ayat di atas tafsir Jalalain mengatakan yang dimaksud
dengan hal ghaib dalam ayat itu adalah masalah hari kiamat, surga dan
neraka.
Dia adalah Tuhan Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. (Q.S. Al-Jin : 26)
Apakah dia mempunyai pengetahuan tentang yang ghaib, sehingga dia mengetahui (apa yang dikatakan)? (Q.S. An-Najm [53] : 35)
Katakanlah: “Wahai Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang
mengetahui barang ghaib dan yang nyata, Engkaulah Yang memutuskan antara
hamba-hamba-Mu tentang apa yang selalu mereka memperselisihkannya (Q.S. Az-Zumar [39] : 46)
Menurut Jalalluddin Asy Suyuthi yang dimaksud dengan hal ghaib yang
hanya Allah saja yang mengetahui itu meliputi 5 hal yaitu : Kiamat,
Hujan (cuaca), Kondisi Janin Dalam Rahim, Rejeki, Dan Kematian. Hal ini
berdasarkan firman Allah sbb :
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan
tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui
apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun
yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati” (Q.S. Luqman [31] : 34)
Diperkuat lagi dengan ayat lainnya bahwa di antara hal ghaib adalah
masalah kematian, kapan manusia mati, dan bagaimana manusia mati, di
belahan bumi mana manusia mati.
Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu
bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak
akan tetap dalam siksa yang menghinakan. (Q.S. Saba [34] : 14)
Diperkuat lagi dengan ayat lainnya bahwa di antara hal ghaib adalah masalah kiamat,
Dan orang-orang yang kafir berkata: “Hari berbangkit itu tidak
akan datang kepada kami.” Katakanlah: “Pasti datang, demi Tuhanku Yang
Mengetahui yang ghaib, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang
kepadamu (Q.S. Saba [34] : 3)
Seorang ulama Syiria, Sa’id Hawwa berkata dalam kitab tafsirnya,
bahwa setan adalah salah satu zat yang ghaib, kita beriman kepadanya
(percaya akan adanya setan). Kita juga beriman kepada semua yang ghaib
yang diberitahukan melalui teks-teks agama kepada kita. Kita
memperlakukan hal-hal yang ghaib sesuai tuntunan firman Allah dan hadits
Rasul. (Al Asas fii Tafsir Jilid I)
Menafsirkan Q.S. 2 : 3-5, Sa’id Hawwa mengatakan : “ghaib”ialah
segala yang tidak kelihatan bagi manusia” Apa saja yang termasuk masalah
ghaib yaitu apa saja yang disampaikan oleh Nabi SAW baik yang berkaitan
dengan masalah hari berbangkit, hisab (perhitungan di akhirat) maupun
berhubungan dengan masalah penciptaan, pahala dalam sholat sebagaimana
kelanjutan ayat wa yuqiimuna sholah, dan masalah rezeki sebagaimana
dalam kelanjutan ayat wa mimma razaqna hum yunfiquun, kemudian beriman
pada kitab kitab sebagaimana ayat walladziina yu’minuuna bimaa unzila
ilaika (beriman pada yang diturunkan kepadamu yaitu kitab2 para Nabi),
serta percaya pada hari akhirat sebagaimana kelanjutan ayat wa bil
aakhiroti hum yuuqinuun” (Lihat Al Asas fii Tafsir Jilid I)
Kesimpulannya : Tidak benar jika yang dimaksud hal ghaib
di sini adalah hanya masalah Allah saja. Karena masalah lainnya yaitu
hal ihwal hari kiamat, surga neraka, pahala dan dosa, makhluk2 Allah
yang tidak nampak (yaitu jin dan malaikat), hujan (cuaca), kondisi janin
dalam rahim, nasib manusia, takdir, rejeki, jodoh dan kematian termasuk
masalah ghaib.
Apa Yang Perlu Kita Sikapi Terhadap Hal Gaib Ini?
Seperti kita ketahui sikap
manusia mengenai masalah ghaib terbagi pada 2 sikap ekstrim, yaitu yang
satu 100% tidak percaya dengan hal-hal ghaib, dan yang satu lagi percaya
100% dengan hal ghaib namun mengikuti pemahaman nenek moyangnya dan
mempraktekkan sisa-sisa ritual nenek moyangnya yang keliru. Mereka
ibarat kutub utara dan kutub selatan, dua-duanya ekstrim dan keliru.
Di satu sisi, dunia modern saat ini serba materialistis,
semua orang berfikir terbatas pada apa yang bisa dilihat di depan mata,
dan sebatas apa yang bisa diindera oleh panca indera kita saja. Maka
masyarakat yang telah tersentuh pendidikan modern yang materialistis
cenderung tidak percaya dengan hal-hal ghaib. Mereka tidak percaya
hantu, mereka tidak percaya adanya jin, dan akhirnya meragukan adanya
surga dan neraka, meragukan adanya dosa dan pahala, bahkan secara
terselubung maupun terang-terangan tidak percaya adanya Tuhan. Inilah filsafat
materialisme yang diusung oleh Hegel, Karl Marx dan Lenin yang
mengatakan bahwa ide adanya Tuhan berangkat dari ketidak mampuan manusia
sehingga mencari pembenaran akan adanya dzat yang lebih kuasa.
Maka tidak usah heran jika manusia modern terang-terangan
berani berbuat dosa karena sebenarnya secara tidak sadar atau implisit
mereka tidak percaya akan adanya dosa, tidak percaya hari akhirat dan
kiamat dan tidak percaya adanya kuasa Tuhan. Dalam seminar motivasi
diri, kita diindoktrinasi bahwa kitalah yang menentukan nasib kita,
bahkan ada yang secara sombong berkata “kitalah yang menuliskan takdir
kita sendiri”. Ini termasuk dalam katagori tidak beriman kepada yang
ghaib, dan ini bukan masalah sepele, karena ini adalah masalah aqidah.
Sementara di sisi ekstrim lainnya, kita saksikan
sisa-sisa manusia tradisional, terutama di masyarakat Timur yang masih
mempercayai adanya hal-hal ghaib bahkan sebagian mereka masih
mempraktekkan tradisi dan ritual tertentu, seperti sesaji dan
persembahan kepada makhluk ghaib. Mereka percaya pada takdir baik dan
buruk, mereka percaya bahwa rezeki ada yang mengatur namun hal itu semua
mereka gantungkan kepada dzat supranatural yang menguasai alam, seperti
nyai loro kidul yang menguasai laut, dewi sri yang mengusai kesuburan
tanah, dsb
Pemahaman mereka akan keberadaan makhluk ghaib serta
fenomena peristiwa aneh yang terjadi di sekitar kita dilandasi oleh
teori-teori yang disusun berdasarkan dugaan-dugaan nenek moyang.
Dan mereka hanya menduga-duga tentang yang ghaib dari tempat yang jauh. (Q.S. Saba [34] : 53)
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa
yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami
hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang
kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”. (Q.S. Al-Baqarah : 170)
Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti
apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.” Mereka menjawab:
“Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami
mengerjakannya.” Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang
mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan
tidak (pula) mendapat petunjuk (Q.S. Al-Maidah : 104)
“Mereka menjawab: sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian.” (Q.S. Asy Syu’araa’ [26] : 74)
Ustadz Abbas Mahmud Aqad berkata dalam kitabnya berjudul
“Iblis” berkata pada zaman sekarang ini terjadi serangan besar-besaran
terhadap segala hal yang gaib, pembahasan masalah ghaib dianggap tidak
ilmiah dan mistik. Ada juga aliran rasional yang menganggap semua hal
yang gaib adalah tidak masuk akal dan semua teks yang berkaitan dengan
hal ghaib dianggap kiasan dan ditakwilkan.
Maka dari itu sangat penting untuk mendudukan hal tersebut secara benar dan
meluruskan pemahaman masyarakat tentang alam ghaib. Karena tidak beriman
orang yang menolak adanya ghaib sebagaimana firman Allah di awal surat
Al-Baqarah :
“(yaitu) mereka yang berimankepada yang ghaib” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 3)
Sedangkan orang yang percaya pada yang ghaib namun dengan pemahaman
dan persangkaan yang salah tidak sesuai dengan petunjuk Allah juga bisa
terjatuh atau terjebak pada perbuatan syirik (menyekutukan Allah).
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar